Kawan,
Menjadi seorang pemimpin itu susah – susah gampang, jadi karena susahnya dua dan gampangnya satu, maka kesimpulannya jadi pemimpin ya memang susah. Ini karena ucapan juga tindakan menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan dikendalikan. Apalagi di zaman yang serba cepat dan musim pemilu seperti sekarang ini. Anda salah ucap, maka hujatan siap menyergap.
Jujur saja kawan. Kalau kata orang batak bilang sih “ngeri – ngeri sedap” saya melihat polemik yang terjadi belakangan ini. Seorang pemimpin dan calon gubernur mengatakan hal yang menjadi viral seminggu terakhir ini. Sebuah statement yang buat geger baik dunia nyata maupun maya. Entah sebuah kesengajaan atau tidak. Tetapi yang jelas suasana mendadak gaduh setelah kita melihat teduhnya suasana tiga paslon(pasangan calon) selfie bareng dengan senyum mengembang.
Kawan,
Terlepas siapa, bagaimana dan untuk apa kontoversi ini dilontarkan, apakah kita harus membalasnya dengan hujatan? Benar, tidak ada yang lebih kuat selain persaudaraan seiman. Saya juga sangat setuju dan merasa marah jika ada yang menghina diri kita apalagi menghina keyakinan kita. Karena bangsa ini juga berdiri diatas Pancasila yang membebaskan setiap warga negaranya untuk memeluk keyakinan dan menjalankannya termasuk membelanya.
Namun kawan,
Bukankah api tidak bisa dipadamkan dengan api? Saya tidak ingin mengatakan mereka yang menghujat salah, karena bisa jadi saya yang salah. Namun untuk urusan agama dan keyakinan sudah sepatutnya kita berkaca pada sang pembawa risalah? Seseorang yang perkataannya tidak pernah mendustai perbuatannya. Seseorang yang bahkan malaikat menaruh hormat padanya. Seseorang yang langkah kakinya selalu berjalan dalam kebenaran. Ya, beliaulah nabi Muhammad SAW, manusia terpuji yang seharusnya kita jadikan teladan dalam bertutur dan bertindak. Bukan satu atau dua kawan, tetapi terlalu banyak contoh yang diberikan Rasulullah kepada kita tentang cara menyikapi hinaan dan cacian. Saya hanya ingin mengingatkan bukan bermaksud untuk membenarkan apalagi menyalahkan. Karena salah juga lupa adalah tabiat manusia. Termasuk saya.
Kawan,
Tidak ingatkah kalian saat masyarakat Thaif mencaci, memaki bahkan melempari manusia mulia (Muhammad SAW) dengan batu hingga beliau terluka parah. Sampai - sampai Jibril AS, penghulu para malaikat, teman setia dalam berdakwah murka hingga ingin membinasakan masyarakat Thaif dengan membalikan gunung. Namun Rasulullah SAW justru berkata, “jangan! Mereka hanya belum tahu, semoga dari keturunan mereka kelak akan lahir pembela – pembela agama Allah SWT”. Ingatkah kalian kawan? Rasulullah SAW membalas hinaan dengan do’a. Do’a kawan! Bukan tuduhan apalagi hujatan.
Kawan,
Lalu lupakah kalian? Satu kisah yang begitu mengharukan, kisah antara Muhammad SAW dengan seorang pengemis yahudi buta. Dimana dalam kebutaannya, pengemis yahudi itu terus mencaci, memaki bahkan menuduh Rasulullah SAW gila. Namun apa yang dilakukan manusia paling mulia ini kawa? Manusia yang bahkan dalam setiap langkah kakinya dirindukan oleh buminya Allah SWT. Beliau membalas cacian, makian juga tuduhan keji kepada beliau dengan kasih cinta. Setiap harinya beliau selalu menghampiri sang pengemis yahudi tersebut untuk menyuapi sang pengemis, di tengah caci maki pengemis yahudi beliau tetap teguh pada kasih cintanya untuk meyuapi pengemis yahudi itu. Hingga Rasulullah SAW wafat sang pengemis yahudi tidak pernah tahu siapa sesungguhnya orang yang rela dengan penuh cinta setiap harinya menyuapi dirinya. Tiba satu hari saat khalifah Abu Bakar bermaksud untuk menggantikan Rasulullah SAW untuk menyuapi pengemis yahudi itu, namun pengemis yahudi itu tahu bahwa hari itu yang datang bukanlah orang yang biasa menyuapinya. Maka Abu Bakar RA pun berterus terang bahwa dia bukanlah orang yang biasa menyuapinya, bahwa yang setiap hari menyuapinya dengan penuh cinta adalah Muhammad SAW. Seseorang yang selama ini dia hina, dia caci maki bahkan dia tuduh gila. Mendengar pengakuan khalifah Abu Bakar RA sang pengemis yahudi buta itu bersahadat di depan tangisan Abu Bakar. Abu Bakar RA menjadi saksi turunnya hidayah Allah SWT kepada sang pengemis yahudi buta atas kasih sayang Rasulullah SAW kepada semua makhluk Allah SWT. Kawan, dengan kasih sayang beliau membalas sebuah cacian, hinaan juga tuduhan keji bukan dengan hujatan.
Kawan, masih banyak lagi sikap manusia paling terpuji dibumi ini yang layak dan sudah sepatutnya kita jadikan contoh dalam bersikap.
Kawan,
Bukan untuk bermaksud mengajari ikan berenang ataupun mengajari burung untuk terbang. Namun sebagai muslim yang taat dan keyakinan teguh pada Agama Allah SWT sudah seyognyalah kita berkaca pada Nabi Muhammad SAW. Marilah kita berjabat hati agar polemik ini tidak menjurus pada perpecahan yang nyata. Tunjukan kita (muslim) adalah umat yang mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar